Ulangan 7:6-11
Sebab itu haruslah kau ketahui, bahwa TUHAN, Allahmu, Dialah Allah, Allah yang setia, yang memegang perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya, sampai kepada beribu-ribu keturunan
Ulangan 7:9
Bayangkan, ada seorang yang sudah berusia lanjut, berada di tengah kumpulan anak muda yang adalah cucu dan cicitnya. Dengan penuh semangat, sang kakek bercerita tentang perjalanan hidupnya yang penuh dengan pergumulan. Kisah hidupnya itu dibagikan dengan sangat antusias, sembari membubuhkan kata-kata nasihat dan hikmat agar hidup para cucu dan cicitnya itu akan lebih bermakna di masa yang akan datang. Kira-kira demikianlah gambaran yang bisa kita jumpai saat membaca kitab Ulangan. Kitab yang merupakan transisi dari kepemimpinan Musa ke generasi selanjutnya yang dipimpin oleh Yosua.
Dalam bacaan kita hari ini, untuk bisa memahaminya, maka tidak bisa dilepaskan dari konteksnya (pasal 1-11). Ringkasnya, Musa mengajarkan kepada generasi muda Israel saat itu untuk mengingat betapa bebalnya generasi orang tua mereka dan betapa konstannya kesetiaan Allah saat menyertai bangsa Israel di padang gurun. Berdasarkan latar itulah Musa menghendaki agar angkatan muda Israel menunjukkan ketaatan serta pengabdian kepada Allah yang lebih baik dari pada orang tua mereka. Dengan demikian, Musa, tidak saja mengingatkan mengenai apa yang terjadi di masa lampau, tetapi juga memberikan instruksi untuk kehidupan di masa depan yang lebih baik.
Hidup di masa depan yang menjadi pengharapan Musa adalah hidup yang penuh kedamaian. Pertanyaannya, bagaimana bisa mencapai hidup damai itu? Musa mengatakan, dengan ketaatan kepada Allah. Namun, ketaatan kepada Allah ini tidak bisa secara sederhana dimaknai dalam hukum ala tokoh Psikologi Behavioristik yaitu B.F. Skinner yang menyebutkan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh pengkondisian lingkungan yang menerapkan hukum reward dan punishment, di mana jika manusia menunjukkan moral yang baik, maka ia akan memperoleh pujian atau berkat, dan sebaliknya akan memperoleh hukuman atau kutuk. Ini pemaknaan umum yang tidak cukup untuk menjadi satu-satunya penjelasan. Jika itu terjadi, maka akan membuat kita menjadi kaum legalistik. Apa yang disampaikan Musa adalah suatu hikmat atau nasihat kepada bangsa Israel untuk menjalani hidup sebagaimana harusnya dan bukan karena akan memperoleh hadiah atau menghindari hukuman. Hidup yang seharusnya bagi umat Allah adalah dengan menaati perintahNya.
Jika kita sebagai umat Allah, saat ini sudah memperoleh anugerah kemerdekaan, baik sebagai bangsa maupun sebagai individu, maka sudah seharusnya kita menunjukkan kualitas hidup sebagai umat yang sudah dimerdekakan. Merdeka untuk memerdekakan orang lain dan merdeka untuk setia kepada Allah yang sejak semula hingga kekal adalah setia. (Bapak Yulius Y. Ranimpi, M.Si,Ph.D.Psi).
Refleksi:
Sudahkah kita hidup dengan sepantasnya sebagai umatNya?
Doa:
Tuhan, mampukan hambaMu untuk menjadi pribadi yang memerdekakan orang lain dengan melakukan hal-hal yang sepantasnya dilakukan sebagai umat pilihan dan tebusanMu. Amin.